Selepas Istighotsah menuju jalan pulang, aku terkesima sendiri menikmati suasana pedesaan yang begitu sejuk nan damai. Semilir angin mengibas khimar yang kukenakan, membisikkan alunan syahdu yang membuat lisanku harus berucap syukur Alhamdulillah. Meski senyumku mengembang karena suasana, namun bayanganku tak bisa lepas dari aktivitas masyarakat senja ini.
Fikiranku hanya tau sebatas status. Sebut saja mereka adalah petani desa yang sedang berjuang demi kelangsungan hidup. Mereka adalah tulang punggung keluarga yang menggantungkan penghasilan pada petak petak sawah. Tak peduli apa jenis kelamin mereka, baik lelaki maupun perempuan terjun dalam satu kata perjuangan mencari nafkah.
Aku masih merasa paling bodoh sore ini, hanya tau bahwa mereka adalah petani desa. Namun sama sekali tak mengerti sedang apa mereka. Mungkin bisa dikatakan maklum, sejak kecil aku belum pernah tinggal menetap di pedesaan sejuk nan alami. Aku dibesarkan dalam keluarga yang berjiwa pedagang, bukan petani. Orangtuaku hanya memiliki beberapa petak toko, bukan sawah.
Sampai sekarang pun. Aku hanya tau nama aktivitas “tandur”. Yakni menanam. Namun belum bisa membedakan apa itu istilah ndaud, ngedos, nggrantek, ngasak, dll. Jujur aku masih bertanya tanya hingga kini. Sudah dijelaskan pun masih saja “mbulet” dan gagal faham. Hehe
Pemandangan semacam ini semakin hilang ketika perjalananku sudah hampir mendekati jalan raya. Tak lagi kutemukan petak sawah yang hijau, petani petani desa dengan capil dan pakaian khas mereka. Yang kujumpa tinggal sederetan rumah tanpa senggang dan kepulan asap kendaraan.
“Telolet…..Telolet…..” Suara klakson itu membubarkan lamunanku. Hampir saja aku menerobos palang kereta api yang menghadang jalanku. Dengan raut muka malu, kuteruskan perjalanan senja. Dengan senyum percaya diri, kuteruskan langkahku dan merasa seolah tidak terjadi apa apa.
Sesampainya di tempat pengabdian, kusampaikan rasa penasaranku pada beberapa kawan yang masih tetap tinggal dan berharap ada jawaban yang sedikit melegakan. Namun nyatanya harapku salah, dengan tawa terbahak bahak mereka menertawaiku. Menyebalkan bukan? -_-
Selamat Sore
Balen, 28 Februari 2017